Seputarpublik, Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey bersama Direktur utama PT Mitra Enabler Indonesia, Humahwan menandatangani nota kesepahaman atau MoU tentang Optimalisasi Pemanfaatan Enabler UMKM Terintegrasi Dengan Sistem Resi Gudang Dan Hybrid B2B Marketplace Oleh Pelaku Usaha Retail pada Selasa (23/8/2022) siang WIB.
Acara ini berlangsung di Rumarica resto, Sentra Niaga, Puri Indah, Kembangan, Jakarta Barat. Dalam kesempatan penandatanganan Nota Kesepahaman tersebut, disaksikan langsung oleh Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga.
Dalam sambutannya Wamendag menyatakan, bahwa dirinya sangat mengapresiasi sekali kegiatan hari ini karena telah membantu dan mensuport kegiatan-kegiatan yang pemerintah sudah lakukan, jadi sinergi itu sangatlah perlu.
“Nota Kesepahaman ini merupakan sinergi yang sangat baik untuk mengembangkan dan memberdayakan ekonomi masyarakat terutama dalam memberdayakan UMKM naik kelas, termasuk dalam mendorong UMKM untuk dapat menerobos pasar global” ujar Jerry.
Selain itu Ia juga menjelaskan, program SRG merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memastikan pasokan atau rantai distribusi dikelola dengan baik.
SRG bisa digunakan untuk mempermudah dan memotong jalur yang panjang dalam rantai distribusi.
“Pemerintah hadir memberikan solusi untuk para petani, nelayan, pelaku usaha khususnya UMKM kita untuk memastikan komoditasnya tersimpan dengan baik,” kata Jerry.
Kehadiran gudang membuat hasil komoditas bisa tersimpan dan membuat penjualannya bisa ditunda saat penjualannya sudah mulai membaik. “Dengan begitu para pelaku usaha, petani atau pun nelayan tidak mengalami kerugian,” terang Jerry.
Dirinya mencontohkan, selama ini banyak petani di daerah-daerah yang mengalami kesulitan dalam rangka memperoleh penjualan, lantaran pada musim panen tiba harga komoditas mengalami penurunan.
Oleh karena itu, SRG bisa digunakan sebagai medium penyimpanan oleh para pelaku usaha, petani, maupun nelayan.
“Manfaatkanlah itu, optimalkanlah itu, jangan sampai tidak dioptimalkan. Ini dalam rangka pemerintah memberikan kehadiran, memberikan keberpihakan, dan juga memberikan program yang terukur dan objektif dan bermanfaat untuk masyarakat,” ajak Jerry.
Penandatanganan Nota Kesepahaman ini bertujuan untuk mengembangkan UMKM agar naik kelas, mempersiapkan ekosistem yang terintegrasi dari hulu sampai hilir kepada UMKM. Melalui penyediaan kurasi dan pelatihan, standarisasi produk, pendanaan, akses pasar dan menyiapkan pilihan-pilihan logistik yang terpercaya serta dukungan pembiayaan berbasis sistem resi gudang. Mitra Enabler Indonesia juga mempersiapkan UMKM agar dapat onboard dalam platform digital agar UMKM siap menghadapi era disrupsi transformasi digital pada revolusi industri 4.0 serta dapat bangkit dari dampak pandemi covid-19.
Saat ini Mitra Enabler Indonesia telah hadir di 3 kota besar di Indonesia yakni Solo, Jember dan Kendal yang selanjutnya akan dikembangkan di 500 wilayah Indonesia, bekerja sama dengan Aprindo
Ruang lingkup kerjasama yang dimaksud meliputi pembinaan UMKM binaan Aprindo oleh Mitra Enabler Indonesia, pemanfaatan implementasi pembiayaan dan pemasaran menggunakan Sistem Resi Gudang bagi UMKM, penyerapan Produk UMKM dengan Aprindo sebagai standby buyer (offtaker), Pengembangan pasar domestik dan ekspor khususnya bagi UKM dengan membuka Pavilion Produk Indonesia di Luar Negeri serta sinergi program kerja dengan pengoptimalisasian program Enabler Terintegrasi dengan Sistem Resi Gudang.
“Dalam rangka pemberdayaan UMKM yang handal dan siap menghadapi perubahan cepat iklim bisnis global, MEI memfasilitasi pelaku UMKM melalui berbagai program, antara lain kurasi, bimbingan teknis pengembangan dan desain produk, pelatihan, serta pendampingan untuk memastikan UMKM memiliki standar mutu dan kelayakan bagi pasar dalam negeri maupun pasar internasional yang pemasarannya dilakukan secara online dan offline (Hybrid)” Ujar Humahwan.
Sementara itu. Alexander Herman, selaku Direktur Operasional PT MEI menambahkan, saat ini UMKM menjadi salah satu tonggak perekonomian di Indonesia, hampir 64% kontribusi UMKM ini secara nasional didalam PDB Indonesia. Dan saat ini mulai banyak untuk masuk ke dalam business to business (B2B) atau e-commerce lainnya, tetapi masih banyak yang belum memahami penggunaannya.
“Sehingga kami mencetuskan diri bahwa B2B kita nanti akan direct langsung dengan pelaku UKM,” terang Alex.
Ini kita maksudkan untuk membantu mereka dalam standarisasi produknya, legalitasnya serta mengajarkan packaging yang baik dan benar.
Masih ditempat yang sama, Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey menyampaikan bahwa nota kesepahaman ini akan segera diimplementasikan secara berkesinambungan. “Aprindo siap untuk menyerap Produk UMKM dengan bertindak sebagai Standby Buyer (Offtaker), serta mendukung pengembangan pasar Ekspor khususnya bagi UKM dengan membuka Pavilion Produk Indonesia di Luar Negeri yang dimulai dengan Pilot Project di Busan, Korea Selatan,” ungkap Roy.
Kita juga ingin hadir diberbagai daerah untuk menyediakan barang, dan yang utama adalah bagaimana kestabilan harga.
“Ini juga menjadi peran daripada Aprindo yang terus kita sosialisasikan kepada para anggotanya,” pungkas Roy. (*/hel)