Seputarpublik, Mataram – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi NTB menyelenggarakan diseminasi Laporan Perekonomian Provinsi yang dirangkaikan dengan kajian Rantai Nilai dan Nilai Tambah Produk Pertanian sebagai sektor utama pendukung perekonomian Provinsi NTB,
Rabu (21/09/2022).
Acara menghadirkan narasumber, yaitu M. Edhie Purnawan selaku Ketua Badan Supervisi Bank Indonesia, H. Iswandi selaku Kepala BAPPEDA Provinsi NTB serta Teguh Santoso dan Eddy Renaldi selaku Tim Peneliti Universitas Padjajaran (UNPAD) dengan M. Firmansyah selaku Dosen FEB Universitas Mataram sebagai moderator. Kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid di Gedung Serba Guna Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB dan dihadiri oleh berbagai tamu undangan mulai dari Kepala OPD, Pimpinan Perbankan, Pimpinan BUMN, Sivitas Akademika, pelaku usaha daerah, serta media sebagai upaya sosialisasi untuk meningkatkan pengetahuan serta pemahaman terhadap kondisi dan outlook perekonomian Provinsi NTB.
Ketua Badan Supervisi Bank Indonesia, M. Edhie Purnawan dalam pemaparannya menjelaskan bahwa inflasi dan harga komoditas global masih tinggi. Namun demikian, ekonomi Indonesia terus meningkat dan relatif lebih tinggi dibandingkan negara lain. Sebagian besar sektor mampu mencatatkan pertumbuhan yang positif seperti sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat, Heru Saptaji juga menyampaikan bahwa tantangan perekonomian di tahun 2022 tidaklah mudah walaupun pandemi Covid-19 mulai berangsur membaik. Tentunya harapannya inflasi dapat dikendalikan, sehingga membawa persentase nilai inflasi bahan pangan maksimal di kisaran 5% (yoy) untuk menjaga tekanan ekonomi yang terjadi.
Sikap optimis dan kerja sama menjadi bagian yang penting untuk menjaga kestabilan ekonomi dari kondisi yang ada.
“Mari kita bersinergi, berkolaborasi, optimis dan bangkit untuk merespon terhadap kondisi yang ada saat ini, kita carikan solusi karena dengan bangkit dan optimis, bersama kita bisa,” ucap Heru Saptaji.
Dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi NTB juga dituangkan dalam kajian Rantai Nilai dan Nilai Tambah Produk Pertanian. Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan masih menjadi andalan di Provinsi NTB, dengan kontribusi terhadap PDRB yang terbesar yaitu mencapai 23,19%. Namun dari sisi ketahanan dan keterjangkauan pangan, meski sebagai daerah produsen, komoditas-komoditas pangan di NTB ternyata masih menjadi kontributor besar dalam kenaikan harga atau masih perlu pengembangan terutama dari sisi skala ekspor.
Oleh karena itu, KPwBI NTB bekerjasama dengan Tim CEDS Universitas Padjajaran melakukan identifikasi terhadap rantai nilai komoditas pertanian untuk perbaikan rantai pasok mulai dari proses produksi hingga pada tingkat konsumen. Komoditas yang diteliti sejumlah 11 komoditas yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu komoditas kontributor inflasi, komoditas pendorong pertumbuhan dan komoditas unggulan ekspor.
Rekomendasi umum sebagai hasil dari kajian tersebut adalah terus dilaksanakannya operasi pasar untuk komoditas beras dan telur ayam di saat harga meningkat, koordinasi terkait distribusi bawang merah, dan dilakukan kampanye dan edukasi praktik urban farming untuk cabai merah. Untuk jangka menengah dapat dilakukan dengan penyusunan neraca pangan, pembentukan lembaga yang berperan sebagai food hub, inisiasi pembangunan industri pengolahan pakan ternak lokal dan ekstensifikasi atau pembentukan sentra khusus jagung yang tidak memanfaatkan lahan sawah padi. Tidak kalah penting pengembangan komoditas ekspor yang telah diukur prioritasnya mulai dari yang paling tinggi yaitu komoditas kopi robusta, rumput laut sargassum, vanilli organik, mutiara. rumput laut katoni, sarang burung walet dan lobster.
Dengan pemaparan dari para narasumber yang beragam dan bermanfaat, acara diseminasi kali ini diharapkan dapat menjadi sarana menebar rasa optimis dan membangun persepsi positif kepada seluruh stakeholders dan masyarakat, sehingga kolaborasi dan kerja sama terus terjaga dalam mendukung pemulihan ekonomi. (Yyt)